[Resensi Buku] Memanusiakan Madre dalam Madre Karya Dee Lestari
Judul: Madre
Tahun Terbit: 2015
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Penulis: Dee Lestari
Jumlah Halaman: 178
Halo Teman Baca. Kali ini Kumpulbaca kembali membuat resensi buku dari salah satu autor terkenal asal Indonesia. Karyanya selalu ditunggu kemunculannya dan selalu mendapat sambutan luar biasa. Dia adalah Dee Lestari.
Madre adalah buku karya Dee Lestari berisi kumpulan cerita fiksi di dalamnya. Ia dibagi ke dalam 13 cerita yang berbeda. Cerita utamanya sendiri memiliki judul sama dengan judul buku, Madre. Buku ini berhasil menyabet penghargaan, menjadi best seller hingga diangkat ke layar lebar.
Madre berkisah tentang seorang pria keturunan India-Tionghoa bernama Tansen Roy Wuisan yang tiba-tiba menjadi ahli waris sebuah toko roti kuno bernama Tan de Bakker di tengah Jakarta. Bersama Pak Hadi, salah satu mantan pegawai toko roti, Tansen mengetahui masa lalu keluarganya yang nantinya berhubungan dengan Madre, “ibu” adonan biang. Tansen yang tidak memiliki keahlian sama sekali akan dunia artisan sedikit demi sedikit membangkitkan toko roti tersebut bersama Madre, Pak Hadi dan temannya, Mei.
Buku ini tidak sembarang menyuguhkan cerita tentang sebuah toko roti. Toko roti ini memiliki sejarahnya sendiri. Ia dibangun oleh kakek Tansen, Tan Sin Gie, setelah kematian istrinya, Lakshmi. Mereka berasal dari etnis berbeda, Tionghoa dan India. Kedua keluarga tidak menyetujui pernikahan tersebut dan mengusir mereka.
Keduanya bangkit dari keterpurukan bersama-sama. Lakshmi yang ahli mengulen adonan roti kemudian membuat Madre. Hanya ia seorang yang mampu memperlakukan Madre dengan benar. Tanpa tuannya Madre menjadi biang roti yang mati suri di kulkas tua sambil menunggu kedatangan tuan berikutnya, Tansen.
Kekurangannya terletak pada cerita Madre yang kurang panjang dan detail. Hal ini mengingat Madre sendiri adalah kumpulan cerita. Maka dari itu cerita Madre dibuat cukup ringkas.
Hal menarik dari Madre adalah Madre itu sendiri. Madre diperlakukan layaknya manusia. Ia dirawat sebaik mungkin oleh Pak Hadi dan Tansen. Ia pun sudah seperti keluarga bagi para pegawai Tan de Bakker.
“Kamu betul. Bagi kami, Madre itu seperti keluarga sendiri,” ujarnya pelan. “Madre bukan adonan biasa. Dia hidup.” (Hal. 8)
Tanpa Madre, toko roti itu tidak akan mampu hidup dan bertahan. Madre mungkin hanyalah adonan biang biasa di mata awam. Akan tetapi Madre adalah saksi sejarah persatuan dua ras dan budaya yang mengajarkan toleransi serta memberikan kehidupan bagi segelintir manusia.
Meskipun cerita Madre adalah tokoh utamanya, bukan berarti karya Dee lainnya di dalam buku Madre tidak kalah apik. Cerita-cerita yang disuguhkan Dee memberikan rasa hangat dan terkadang menampar kehidupan itu sendiri. Buku ini sangat cocok bagi kamu yang menyukai bacaan ringan dan ngena.
Ditulis oleh Rafarda Septiardhya