[Resensi Buku] Jalan Menuju Kebijaksanaan dalam Siddhartha Karya Hermann Hesse

Kumpulbaca
2 min readMay 8, 2022

--

bukalapak.com

Judul: Siddhartha

Tahun Terbit: 2014

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Penulis: Hermann Hesse

Jumlah Halaman: 168

Diterjemahkan oleh: Gita Yuliani

Halo Teman Kumpulbaca! Kumpulbaca kembali dengan resensi buku baru nih. Judul bukunya adalah Siddhartha yang ditulis oleh autor asal Jerman yang sudah tidak asing lagi, yakni Hermann Hesse. Siddhartha sendiri merupakan salah satu karya terkenalnya yang sudah menggema di seluruh dunia.

Siddhartha sendiri adalah seorang putra Brahmana yang mencari makna kehidupan karena kegelisahan dan kehampaan hatinya. Kelak ia berpetualang, bertemu dengan berbagai manusia berikut latar belakangnya yang berbeda-beda, serta mengarungi pahit manis kehidupan sebelum mencapai kebijaksanaan.

Kelebihan cerita Siddhartha terletak pada kepribadian tokoh utamanya. Siddhartha haus pengetahuan. Maka dari itu ia selalu belajar kepada setiap orang yang ditemuinya. Siddhartha turut mengambil ilmu dari kejadian-kejadian yang dialami olehnya. Apapun dan siapapun adalah guru baginya.

Kekurangannya terletak pada gaya bahasa. Mengingat Siddhartha termasuk ke dalam kategori sastra klasik, maka penggunaan gaya bahasanya cukup tinggi. Terkadang perlu membaca kembali kalimat-kalimat di dalam buku tersebut beberapa kali untuk memahami maksud tulisan Hesse.

Akan tetapi buku Siddhartha tetap menarik untuk dibaca. Sebabnya adalah Siddhartha tidak seketika menjadi manusia bijaksana. Proses yang dilalui Siddhartha untuk mencapainya sangatlah sulit. Demi mencari jawaban akan perasaan yang mengganggunya, ia melepas kenyamanannya di lingkungan Brahmana.

Kemudian ia memenuhi dahaganya akan pengetahuan dengan para Samana, seorang wanita pelacur profesional, hingga seorang tukang tambang. Selain itu ia yang semula menjauhi keduniawian akan merasakan terikat, kecewa, jatuh dan putus asa karenanya. Semua yang telah dan sedang terjadi menuntun Siddhartha untuk menerima dan memeluk seluruh takdirnya.

“Aku sudah mengalami dalam tubuh dan kalbuku bahwa aku sangat membutuhkan dosa, aku membutuhkan hawa nafsu, hasrat untuk memiliki, kesombongan, dan membutuhkan keputusasaan yang paling memalukan, demi bisa belajar bagaimana melepaskan semua penolakan, demi bisa belajar mencintai dunia, demi berhenti membandingkannya dengan suatu dunia yang kudambakan, yang kubayangkan, semacam kesempurnaan yang kubentuk sendiri dan membiarkannya apa adanya, mencintainya dan menikmati menjadi bagian darinya.” (Hal. 159)

Menimbang gaya bahasanya yang terkadang sulit dipahami, maka bisa jadi makna cerita Siddhartha belum sepenuhnya tersampaikan ke pembaca. Meskipun demikian, buku ini patut dicoba untuk dibaca. Kita bisa melihat penerimaan takdir dan kesempatan untuk menjadi individu yang lebih baik.

Ditulis oleh Rafarda Septiardhya

--

--

Kumpulbaca
Kumpulbaca

Written by Kumpulbaca

Komunitas membaca buku yang mendukung gerakan #SejamMembaca untuk generasi bangsa yang lebih bermartabat! Instagram : https://www.instagram.com/kumpulbaca/

No responses yet