[Resensi Buku] Disfungsi Keluarga dalam Buku The Girl with the Dragon Tattoo Karya Stieg Larsson
Judul Buku: The Girl with the Dragon Tattoo
Tahun Terbit: 2009
Penerbit: Qanita
Penulis: Stieg Larsson
Jumlah Halaman: 784
Diterjemahkan oleh: Nurul Agustina
The Girl with the Dragon Tattoo mengisahkan seorang wartawan ekonomi bernama Mikael Blomkvist. Ia dimintai bantuan untuk mengusut kasus anak angkat perempuan seorang industrialis terkemuka Swedia, Henrik Vanger, yang telah hilang selama tiga puluh tahun lebih. Dengan ditemani Lisbeth Salander, seorang wanita ahli hacker, mereka berdua membuka lembaran demi lembaran masa lalu gelap keluarga Vanger.
Buku ini memiliki halaman sebanyak tujuh ratus delapan puluh. Ia dibagi ke dalam enam bagian utama dan dua puluh sembilan subbagian. Penulisnya adalah Stieg Larsson, pria asal Swedia yang menarik pembaca internasional melalui genre jurnalistik-kriminal. Buku The Girl with the Dragon Tattoo adalah pembuka trilogi Millenium yang telah mendunia.
Kelebihan buku ini terletak pada penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Meskipun topik yang diangkat termasuk berat, penerjemah mampu menerjemahkan The Girl with the Dragon Tattoo ke dalam bahasa Indonesia dengan baik. Kemudian, Larsson menceritakan latar belakang hampir setiap tokoh yang terlibat dengan jelas dan detail, terutama pihak keluarga Vanger. Salah satunya yakni ketika Henrik Vanger memperlihatkan silsilah keluarganya kepada Mikael Blomkvist dan berkemungkinan adanya perebutan ahli waris bisnis. Dengan itu, pembaca bisa memperkirakan siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya seorang gadis berusia enam belas tahun sekaligus anak angkat Henrik, Harriet Vanger.
Adapun kekurangan dari buku karya Larsson ini adalah alur cerita cukup lambat. Mikael Blomkvist dan Lisbeth Salander tidak ujug-ujug saling kenal. Mereka adalah dua tokoh yang memiliki latar belakang luar biasa berbeda. Mikael hidup di dunia jurnalistik dan menulis berbagai artikel ekonomi, sedangkan Lisbeth diasuh oleh negara karena dianggap memiliki ‘keterbelakangan mental’, namun sangat pro di dunia internet dan menyelidiki orang. Kelak keduanya disatukan di tengah-tengah cerita yang semakin menegangkan. Mikael baru meminta pertolongan Lisbeth ketika ia sudah mengusut kasus tersebut seorang diri selama lebih dari enam bulan.
The Girl with the Dragon Tattoo memiliki beberapa hal menarik yang patut diketahui. Ada beberapa anggota keluarga Vanger ikut dalam kelompok Nazi yang dibentuk di Swedia. Keterlibatan ini berperan besar dalam disfungsi keluarga tersebut. Richard Vanger, kakak pertama Henrik Vanger, sangat terobsesi dengan Nazi dan aliran anti-Semit. Ia pun juga melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dan putranya, Gottfried. Gottfried Vanger pun meneruskan apa yang diterima oleh ayahnya hingga melakukan pemerkosaan terhadap putra dan putrinya, Martin dan Harriet. Harald Vanger, kakak kedua Henrik Vanger, membenci putrinya, Cecilia, hanya karena menikahi seorang pria Yahudi dan menganggapnya sebagai pelacur.
Buku ini memiliki rating dewasa. Ini disebabkan banyak unsur pelecehan dan kekerasan seksual yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Pembaca dimohon bijak sebelum memutuskan untuk membaca. Larsson ingin menyampaikan bahwa lingkungan terdekat seseorang berperan luar biasa dalam membentuk kepribadian, perilaku, hingga masa depannya.
Rafarda Septiardhya