Rekomendasi Buku dengan Tokoh Utama Pengidap Mental Illness
Halo Teman Baca! Kali ini, Kumpulbaca akan memberikan beberapa rekomendasi buku bertema gangguan kesehatan mental. Ternyata ada banyak literatur yang membahas pengalaman orang-orang pengidap suatu kondisi mental tertentu. Dengan membaca karya berdasarkan pengalaman mereka, kita bisa memahami lebih dalam apa yang dirasakan oleh mereka.
- Turtles All the Way Down karya John Green
Buku ini diceritakan dari sudut pandang Aza, seorang remaja yang sedang menjalani masa-masa SMA di kota Indianapolis. Aza dan sahabatnya, Daisy, mendalami kasus hilangnya seorang CEO millioner. CEO itu merupakan ayah dari teman kecil Aza, Davis.
Selama perjalanan mengungkap misteri ini, Aza menjalin pertemanan lagi dengan Davis. Namun dalam prosesnya, kita mendalami pusaran pikiran tak berujung yang dialami Aza. Hal itu mengurungnya dalam suatu obsesi dan fobia akan kuman dan bakteri C. difficile.
Melalui cerita ini, pembaca dapat melihat bagaimana kehidupan sehari-hari Aza dipengaruhi oleh pikiran-pikirannya yang tak dapat dikendalikan olehnya serta bagaimana hal tersebut juga mempengaruhi cara Aza berhubungan dengan orang di sekitarnya.
2. The Perks of Being a Wallflower karya Stephen Schbosky
Bergenre young adult fiction seperti buku sebelumnya, buku karya Stephen Schbosky ini merupakan kumpulan surat Charlie untuk pembaca anonim. Charlie menceritakan tahun pertamanya di SMA.
Di awal buku, Charlie menceritakan bagaimana teman SMP-nya bunuh diri dan hal ini membawanya ke “tempat yang gelap” untuk sementara waktu. Di setiap suratnya, kita bisa mengikuti bagaimana Charlie berhadapan dengan kematian teman SMP-nya dan perasaannya terhadap mendiang bibinya yang ia sangat sayangi.
Lalu seiring berjalannya waktu, Charlie berteman dengan dua senior, Patrick dan Sam. Charlie akhirnya masuk ke grup pertemanan kecil kedua orang itu. Kisah pertemanan Charlie bersama Patrick dan Sam menjadi menjadi sorotan pada buku ini.
Secara keseluruhan, buku the Perks of Being a Wallflower mengangkat topik percintaan serta dinamika di sebuah pertemanan dan keluarga.
3. The Bell Jar karya Sylvia Plath
Buku ini mengisahkan Esther, seorang gadis yang menjalani magang di suatu perusahaan publikasi majalah di New York. Lambat laun kita bisa mengikuti bagaimana Esther terjun ke dalam kondisi mental yang kian memburuk.
Ia umpamakan pengalamannya seperti terjebak dalam suatu toples kaca lonceng atau bell jar ketika dihadapkan dengan lingkungan opresif dan kewarasannya yang semakin terganggu.
Ketiga buku di atas memberikan persepsi dari seseorang yang sedang mengalami gangguan mental. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, pembaca bisa merasakan kejujuran dan alur pikiran yang dialami oleh tokoh utama. Itu karena tokoh utama dan seluruh pengalamannya merupakan cerminan dari penulis asli.
Dengan membaca buku-buku tersebut, Teman Baca akan lebih terbuka terhadap kesehatan mental. Teman Baca juga mengetahui bagaimana gangguan-gangguan mental seperti OCD, PTSD, atau depresi bisa timbul berdasarkan keadaan dan pengalaman tokoh yang berbeda-beda.
Akan tetapi, ketiga buku di atas bukan untuk semua orang. Tema-tema seperti kekerasan seksual, bunuh diri, dan menyakiti diri sendiri tidak boleh dibaca oleh anak di bawah umur dan orang yang rawan terpancing.
Ditulis oleh Mutia Rahman Azzahra