Meneladani Semangat Konferensi Asia-Afrika di Usianya yang ke 66 Tahun

Kumpulbaca
4 min readApr 17, 2021

--

Teman Baca sudah pernah kan ke Museum Konferensi Asia-Afrika?

kemlu.go.id

Tempat yang dijadikan museum untuk memperingati sebuah momentum bersejarah bagi dunia 66 tahun silam. Sebuah peringatan kegiatan berskala internasional yang diikuti 29 negara dari benua Asia dan Afrika. Kegiatan ini dilaksanakan pada 18–24 April 1955 di pusat kota Bandung tepatnya Gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka). Kegiatan yang menghasilkan Dasasila Bandung, apalagi kalau bukan Konferensi Asia-Afrika.

Jika Teman Baca mengunjungi Museum Konferensi Asia-Afrika pada bulan April, Teman Baca akan melihat kawasan Gedung Merdeka akan dipenuhi kibaran bendera-bendera peserta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Museum Konferensi Asia-Afrika menjadi tempat pertama di luar markas PBB yang mengibarkan bendera-bendera tersebut sejak 2005. Keren ya!

Setelah 66 tahun berjalan, hal apa saja yang masih relevan dengan masa kini?

Menjaga Solidaritas

https://pixabay.com/images/id-4200284/

Konferensi Asia-Afrika lahir karena kesamaan latar belakang negara peserta yang hadir pada saat itu. Solidaritas yang terjalin antara peserta lintas benua menjadikan contoh bahwa kita dapat melewati masa-masa sulit dengan bersatu.

Seperti kita semua tau, awal 2020 lalu dunia seakan jatuh ke titik terendahnya. Seluruh sektor kehidupan di dunia dilumpuhkan oleh virus Covid-19. Virus awalnya terjadi wabah di suatu kota dengan cepat menjalar dan menjadikannya pandemi global. Pandemi Covid-19 seakan menjadi musuh tak terlihat yang harus kita lawan bersama-sama.

Kita bisa meneladani semangat solidaritas untuk melawan pandemi ini dengan memulainya di lingkungan terdekat. Apabila menemukan orang yang membutuhkan bantuan, Teman Baca jangan sungkan membantu ya!

Menyatu dalam Keberagaman

https://pixabay.com/images/id-5606239/

Teman Baca pernah melihat kasus diskriminasi yang berasal dari isu-isu unsur SARA? Sedih rasanya di tahun 2021 ini masih sering terjadi diskriminasi di lingkungan kita.

Padahal kalau kita lihat kembali ke zaman terjadinya Konferensi Asia-Afrika, kita bisa belajar bahwa keberagaman latar belakang tidak menghalangi terjadinya niat baik. Dunia ini memiliki ragam budaya yang berbeda. Perbedaan tersebut sempat membuat negara-negara penerima undangan yang awalnya masih ragu-ragu, tetapi akhirnya menerima baik undangan tersebut.

Saatnya kita kembali merapatkan barisan menjaga ketentraman dalam keberagaman. Kita tingkatkan lagi kepekaan kita terhadap sentimen pemecah belah keberagaman. Penulis yakin kalau Teman Baca adalah masyarakat cerdas sehingga dijauhkan dari kabar-kabar hoax pengadu domba :D

Kita Semua Setara

https://pixabay.com/images/id-2662550/

Teman Baca pasti masih ingat bahwa sejarah melawan penjajahan yang menjadi salah satu faktor terbentuknya Konferensi Asia-Afrika. Penajajahan hadir karena terdapat bangsa yang merasa dirinya adalah bangsa yang istimewa, angkuh, memandang rendah bangsa lain, dan ingin menjadi bangsa yang terkuat sendiri. Wah, sangat tidak baik ya.

Begitu juga dengan kita sebagai manusia. Kita harus menjauhi sifat-sifat seperti layaknya penjajah dalam kehidupan. Sebagai makhluk sosial, kita pasti memerlukan orang lain dalam hidup. Kalau sifat-sifat seperti penjajah itu dihilangkan, fenomena bullying pasti akan hilang.

Ternyata masih banyak hal yang relevan ya dalam kehidupan masa kini. Mudah-mudahan kita bisa merapkan semangat dari Konferensi Asia-Afrika ya!

Ssst.. Ada fakta menarik dari Museum Konferensi Asia-Afrika, nih!

Setiap tahunnya, Museum Konferensi Asia-Afrika melaksanakan serangkaian acara untuk memperingati Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika. Kegiatan dimulai dengan upacara peringatan, pengibaran bendera yang dilakukan oleh siswa-siswi di Kota Bandung, pawai budaya, Bandung History Study Game, dan pekan literasi.

Museum Konferensi Asia-Afrika memiliki sebuah perpustakaan berisikan buku-buku yang tidak hanya dari dalam negeri saja, tetapi terdapat juga dari negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika.

Bagi teman-teman tunanetra juga bisa menikmati perpustakaan ini karena terdapat buku versi braille dan audiovisual juga, loh!

Selain itu, ada hal unik lainnya. Perhatikan gambar ini.

travel.detik.com

Plang yang berada di sisi kiri bangunan Museum Konferensi Asia-Afrika ini ternyata menggunakan huruf “P” dalam kata “Konperensi”, loh! Padahal, kata konferensi seharusnya ditulis menggunakan huruf “f” bukan “p”. Menurut Teman Baca, mengapa hal ini bisa terjadi?

Sayang sekali, sejak pandemi berlangsung kegiatan tersebut tidak dilaksanakan dan juga Museum Konferensi Asia-Afrika ditutup untuk umum. Meskipun Museum Konferensi Asia-Afrika masih belum bisa dikunjungi, Teman Baca masih bisa mengikuti kegiatan tersebut secara daring di sosial media @asiaafricamuseum dan merasakan kunjungan museum secara virtual melalui http://asianafricanmuseum.org/virtualmuseum/. Seru ya!

Ditulis oleh Mawaddah Bella

--

--

Kumpulbaca
Kumpulbaca

Written by Kumpulbaca

Komunitas membaca buku yang mendukung gerakan #SejamMembaca untuk generasi bangsa yang lebih bermartabat! Instagram : https://www.instagram.com/kumpulbaca/

No responses yet