Memahami Emotional Blackmail dalam Diri Manusia melalui Buku Emotional Blackmail Karya Zhou Mu-Zi

Kumpulbaca
2 min readSep 12, 2022

--

Apakah Teman Baca pernah merasa bertanggung jawab terhadap kesedihan seorang teman, keluarga, atau pasangan, hingga tertekan jika tidak dapat menyelesaikan masalahnya? Hati-hati. Bisa jadi Teman Baca sedang mengalami emotional blackmail.

Dijelaskan oleh Zhou Mu-Zi selaku penulis dan narasumber di acara Festival Buku Asia yang diadakan oleh Penerbit Haru dan patjarmerah, emotional blackmail adalah kondisi tertekan apabila tidak melakukan hal yang diinginkan orang lain.

Dalam diskusi Emotional Blackmail: Pemerasan yang Tidak Pandang Bulu pada tanggal 10 September 2022, Zhou Mu-Zi juga menambahkan bahwa emotional blackmail adalah rasa tertekan atas ketidakmampuan memenuhi keinginan orang. Akan tetapi, sejatinya rasa itu timbul bukan karena kendali lawan bicara, namun dari diri kita sendiri.

Beberapa kali Zhou Mu-Zi memberikan contoh emotional blackmail yang timbul dalam hubungan orang tua dan anak di negara-negara Asia. Saat anak-anak sudah dewasa, berbakti kepada orang tua cenderung merupakan suatu kewajiban dan bukan keinginan yang timbul atas dasar kasih sayang.

“Ketika tahun baru, seorang ibu merasa anak-anaknya tidak peduli terhadapnya. Ia lalu masuk ke dalam kamar dan mulai menangis. Biasanya kita sebagai anak akan masuk ke kamar, bertanya kepada ibu kita tentang apa yang terjadi dan alasan mengapa ia menangis. Alih-alih menjawab, ia terus menangis. Kondisi seperti itu akan membuat sang anak merasa tertekan. Inilah yang dikatakan sebagai emotional blackmail”, jelas Zhou Mu-Zi.

Zhou Mu-Zi menyatakan bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh ibu tersebut bukan karena ingin anak-anaknya merasa tertekan. Daripada mengkomunikasikan duduk perkaranya, si ibu berpikir lebih baik terus menangis agar anak-anaknya mulai berbicara dengannya. Si ibu yakin cara tersebut efektif.

Diskusi daring yang berjalan selama satu jam setengah tersebut turut menjelaskan arti berbakti. Kata ‘berbakti’, khususnya dalam budaya di negara-negara Asia, memiliki pengertian yang terbatas.

Orang tua menyuruh anak berbakti bukan karena ingin ia merasa bertanggung jawab terhadap mereka. Orang tua sesungguhnya ingin sang anak menjaga mereka karena mereka menyayangi sang anak. Hal-hal seperti itu tanpa sadar jarang sekali dibahas oleh kedua sisi.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan dari para peserta, diskusi diakhiri dengan sebuah pernyataan penutup dari Zhou Mu-Zi. Ia berharap melalui buku Emotional Blackmail, Teman Baca dapat memahami apa yang diinginkan dan batasan-batasannya. Dengan demikian, Teman Baca akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang tua, teman, atau pasangan untuk menghindari terjadinya emotional blackmail.

Ditulis oleh Jernih Maipah Siregar

--

--

Kumpulbaca
Kumpulbaca

Written by Kumpulbaca

Komunitas membaca buku yang mendukung gerakan #SejamMembaca untuk generasi bangsa yang lebih bermartabat! Instagram : https://www.instagram.com/kumpulbaca/

No responses yet